LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
DISUSUN
Nama : Yoga Agung Pangestu
NPM :
E1C014059
Prodi :
PETERNAKAN
Kelompok : 5 (LIMA)
Hari/jam : Selasa/ 14:00 wib
Tanggal : 11 November 2014
Ko-Ass : -
Jhon Fernanta Sipayumg
-
Nofitri Yenti
Dosen : Fitri Elecrika Dewi S., STP, M,Sc
Objek Praktikum : TITRASI
ASAM DAN BASA
LABORATORIUM
TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Reaksi asam-basa dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau larutan basa. Penentuan itu
dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang telah diketahui
konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang belum diketahui
konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan hingga asam dan basa tepat
habis bereaksi. Waktu penambahan hingga asam dan basa tepat habis disebut titik
ekuivalen. Dengan demikian, konsentrasi asam atau basa dapat ditentukan jika
salah satunya sudah diketahui. Proses penetapan konsentrasi tersebut disebut
titrasi asam-basa.
Titrasi merupakan suatu metode
untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi
yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi
asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi
yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya
disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlemeyer, sedangkan
zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Pada laporan kali ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa.
1.2 Tujuan Percobaan
1.
Mahasiswa mampu
menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.
2. Mahsiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi merupakan suatu metoda
untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi
yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi
asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi
yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, 1990)
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi
merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan
yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa
adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan).
Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumenteri,
yaitu mengukur volume dari suatu asaam atau basa yang bereaksi (syukri,1999)
Titrasi asam basa
melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa
berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit
sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan
titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titrant (Khopkar, 1990)
Proses penentuan
konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi.
Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu
sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume
larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memedai dalam hal ini hanya sedikit,
disebut dengan standar primer (brady, 1998)
Pada saat terjadi
perubahan warna indicator, titrasi dihentikan.indikator berubah warna pada saat
titik ekuivalen. Pada titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan
titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika
asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan
indicator. Saat perubahan waarna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi
(sukmariah, 1990).
BAB III
METODELOGI
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan
bahan yang digunakan daalam praktium kali ini adalah sebagai berikut:
·
NaOH 0,1 M
·
HCL 0,1 M
·
H2C2O4
·
Indikator
penolphetalein
·
Erlemeyer
·
Buret 50 Ml
·
Corong kaca
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
1.
Mencuci bersih
buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5 ml larutan
NaOH.
2.
Memutar kran
buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisah dalam buret.
3.
Mengisi buret
dengan dengan 5 ml NaOH untuk membasahi dinding buret lalu mengeluarkan lagi
larutan NaOH tersebut dari buret.
4.
Memasukan lagi
larutan NaOH kedalam buret sampai skala tertentu dan mencatat volume awal NaOH
dalam buret.
5.
Mencuci 1
erlemeyer, pipet 10 ml larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukannya kedalam
erlemeyer. Lalu menambahkan 3 tetes indikator penolphetalein (PP).
6.
Mengalirkan
larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlemeyer digoyang.
7.
Mencatat volume
NaOH yang terpakai.
8.
Menghitung
molaritas (M) NaOH.
3.2.2 Menentukan konsentrasi HCL
1.
Mencuci 1
erlemeyer, mempipet 10 ml larutan HCL 0,1 M dan memasukkannya kedalam
erlemeyer.
2.
Menambahkan 3
tetes indikator penolphetalein (PP).
3.
Mengalirkan
larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlemeyer digoyang.
4.
Mencatat volume
NaOH yang terpakai.
5.
Menghitung
molaritas (M) HCL.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Dari percobaan yang telah
dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
4.1.1 Standarisasi NaOH dengan asam oksalat
NO
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1
|
Volume larutan asam oksalat
|
10 ml
|
10ml
|
10ml
|
10ml
|
2
|
Volume NaOH terpakai
|
11ml
|
10ml
|
10ml
|
10.33ml
|
3
|
Molaritas (M) NaOH
|
9.09
|
10
|
10
|
6.69M
|
4.1.2 Standarisasi NaOH dengan larutan HCL
NO
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1
|
Volume laruran HCl
|
10ml
|
10ml
|
10ml
|
10ml
|
2
|
Volume NaOH terpakai
|
10ml
|
11.8ml
|
9.2ml
|
10.33ml
|
3
|
Molaritas (M) NaOH
|
Berdasarkan hasil percobaan diatas
|
M
|
||
4
|
Molaritas (M) larutan HCl
|
0,07
|
0,07
|
0,07
|
0,07M
|
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Standarisasi NaOH dengan asam oksalat
Dari data hasil
pengamatan pada bab sebelumnya, bahwa volume larutan asam oksalat yang
digunakan pada ulangan I, II, III, adalah sama yaitu sebanyak 10 ml, sehingga
volume rata-rata yang digunakan pada ketiga ulangan tersebut yaitu sebanyak 10
ml. Sedangkan volume NaOH yang terpakai pada saat titik ekivalen, yaitu ulangan
I sebesar 19 ml, ulangan II sebesar 18 ml, dan ulangan III sebesar 20 ml.
Sehingga volume rata-rata yang terpakai adalah sebesar 19 ml.
Untuk menentukan molaritas
NaOH yang terpakai yaitu digunakan volume rata-rata dari asam oksalat 0,1 M dan
volume rata-rata dari NaOH. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :
Vas.oksalatx Mas.oksalat = VNaOHx MNaOH
MNaOH = 0,05 M.
Jadi, molaritas NaOH yang
didapatkan adalah 0,05 M.
4.2.2 Standarisasi NaOH dengan larutan HCL
Dari data hasil pengamatan pada bab sebelumnya, bahwa volume larutan HCl
yang digunakan pada ulangan I, II, III, adalah sama yaitu sebanyak 10 ml,
sehingga volume rata-rata yang digunakan pada ketiga ulangan tersebut yaitu
sebanyak 10 ml. Sedangkan volume NaOH yang terpakai pada saat titik ekivalen,
yaitu ulangan I sebesar 9 ml, ulangan II sebesar 9 ml, dan ulangan III sebesar
10 ml. Sehingga volume rata-rata yang terpakai adalah sebesar 9,3 ml.
Untuk menentukan molaritas
HCl yang terpakai yaitu digunakan volume rata-rata dari HCl dan volume
rata-rata dari NaOH 0,05 M. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :
VHClx MHCl = VNaOHx MNaOH
MHCl =
= 0,0465 M = 0,05 M
Jadi, molaritas HCl yang
didapatkan adalah 0,05 M.
Jika kita tinjau kembali data hasil pengamatan pada bab sebelumnya, maka
kita dapatkan adanya perbedaan volume NaOH yang terpakai saat standarisasi NaOH
dengan larutan asam oksalat ketika mencapai titik ekivalen, dimana pada ulangan
I sebanyak 19 ml, ulangan II sebanyak 18 ml, dan ulangan III sebanyak 20 ml.
Begitu juga saat standarisasi NaOH dengan larutan HCl, larutan NaOH yang
terpakai ketika mencapai titik ekivalen pada ulangan I hingga Ulangan III
terdapat perbedaan volume yang terpakai. Menurut Khopkar (1990), perbedaan data
tersebut dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut :
·
Kurang telitinya
dalam melakukan proses titrasi.
·
Kurang
memadainya alat titrasi, misalnya ketepatan ketelitian alat kurang akurat.
·
Kurang tepatnya
saat pembuatan larutan HCl ataupun NaOH karena tidak ada label yang menunjukan
konsentrasi HCl maupun NaOH pada wadahnya.
·
Terjadinya skala
buret yang tak konstan.
·
Kurangnya
ketelitian dalam memperhatikan warna indikator.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam
praktikum kali ini saya sebagai praktikan menarik suatu kesimpulan sebagai
berikut:
5.1.1 Titrasi merupakan suatu metoda untuk
menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui
konsentrasinya. Titrasi asaam basa adalah suatu
titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan).
5.1.2 Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Larutan standar
adalah larutan asam atau basa yang
mantap (konsentrasinya tidak mudah berubah)
5.2 Saran
Dalam melakukan proses titrasi sabaiknya kita memilih indikator yang
tepat sesuai dengan larutan yang akan dititrasi. Dalam membuat larutan
gunakanlah alat dengan ketelitian tinggi agar tidak melebihi atau mengurangi
dari ukuran yang diinginkan. Amatilah proses titrasi dengan cermat dan teliti
agar hasi titrasi tidak melebihi titik ekivalen yang diinginkan.
JAWABAN PERTANYAAN
1 Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati
titik ekivalen?
Jawab :
Agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen maka
harus memakai
indikator saat melakukan
titrasi.
Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator
ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi
kita hentikan.
2 Jelaskan
dengan singkat fungsi indiKator!
Jawab :
Fungsi
indikator adalah agar kita mengetahui kapan titik ekivalen tercapai. Pencapaian
titik ekivalen tersebut biasanya ditandai dengan perubahan warna menjadi merah
muda. Saat itulah titrasi kita hentikan.
3 Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan
indikator?
Jawab :
Jika
tidak ditambahkan indikator maka reaksi tetap dapat berlangsung, misalnya
reaksi antara NaOH dengan HCl maka akan tetap menghasilkan NaCl dan H2O.
Namun dalam proses titrasi kita tidak dapat mengamati kapan titik ekivalen akan
tercapai jika tidak ditambahkan indikator, karena tidak ada tanda perubahan
warna yang terjadi jika tidak ditambahkan indikator.
4 Tuliskan
dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas!
Jawab :
·
Raksi asam
oksalat dengan NaOH :
H2C2O4 + NaOHNaHC2O4 atau
H2C2O4 (aq) + 2 NaOH (aq)Na2C2O4 (aq)
+ 2 H2O
·
Reaksi NaOH
dengan HCl :
NaOH
+ HCl NaCl + H2O
5 jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar
sekunder!
Jawab :
·
Larutan standar
primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dalam proses
pembuatannya larutan ini tidak perlu distandarisasi dengan larutan lain untuk
memstikan konsentrasi larutan yang sebenarnya.
·
Larutan standar
sekunder adalah larutan yang dipergunakan untuk menentukan konsentrasi larutan
lain tetapi larutan standar tersebut harus distandariasi terlebih dahulu untuk
memstikan konsentrasi yang sebenarnya.
6 Tuliskan syarat-syarat indicator dapat dipakai dalam suatu titrasi!
Jawab :
Syarat-syarat indicator agar
dapat dipakai dalam titrasi adalah sebagai berikut :
·
Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi
ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi (yakni selisih
antara titik akhir dan titik ekivalen).
·
Trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik
ekivalen, atau sangat mendekatinya.
·
Perubahan warna harus terjadi dengan mendadak, agar tidak
ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
·
Trayek indikator harus memotong bagian yang sangat curam
dari kurva titrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Brady, J.E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan struktur jilid
1. Jakarta: Erlangga.
Day, R, A. dan S. Keman.
1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Sukmariah. 1990. Kimia
Kedokteran Edisi 2. Jakarta: binarupa Aksara
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar